STRATEGI DAKWAH MODERAT SUNAN KUDUS
A. Pendahuluan
Dewasa ini, radikalisme di Indonesia
sangat banyak terjadi. Penyebabnya beragam ada yang disebabkan berbeda ras, suku,
adat istiadat, bahkan agama. Sungguh ironi jika hanya karena perbedaan membuat
perpecahan. Padahal perbedaan yang ada di dunia ini merupakan takdir tuhan. Semua agama mengajarkan agar
semua umat manusia hidup dalam kedamaian.
Perbedaan
bukanlah sebagai penghalang kerukunan manusia, akan tetapi sebagai perekat
keanekaragaman. Sebagaimana semboyan negara Indonesia yakni bhineka tunggal
ika yang artinya berbeda-beda tapi tetap satu jua. Itulah yang menjadi
falsafah bangsa yang dapat mempersatukan rakyat Indonesia dari sabang hingga
merauke.
Kalau kita
tengok sejarah panjang perjuangan bangsa dari zaman penjajahan sampai
kemerdekaan, tanpa adanya persatuan dan kesatuan dari semua elemen masyarakat
mungkin hingga kini kita masih di perbudak penjajah. Tetapi karena semangat
nasionalisme untuk merdeka walaupun dari agama yang berbeda, suku yang tak sama
dan beragam
budaya menjadikan Indonesia dapat
menggenggam kemerdekaan hingga kita rasakan bersama. Kita ingin persatuan dan
kesatuan bangsa akan kekal abadi, tidak peduli agama yang berbeda, kita hidup
berdampingan dan saling membutuhkan satu dengan lain.
Toleransi antar umat beragama, suku, ras
dan budaya menjadi topik yang meraik dibahas bersama. Karena negara kita butuh
sekali rasa tepo seliro
(toleransi) terhadap perbedaan. Rasa saling menghargai akan
memperkokoh rasa kemanusiaan antar golongan.
Sikap
toleransi ini juga dicontohkan oleh Sunan Kudus yang merupakan salah satu wali
songo di Jawa. Tepatnya di daerah Kauman, Kota, Kudus beliau menyebarkan Islam
tidak dengan paksaan tetapi dengan menghormati agama hindu yang telah tersebar
jauh sebelum datangnya Islam. Salah satu kebijakan beliau adalah umat Islam
daerah itu, tidak diperkenankan menyembelih dan makan daging sapi karena dalam
kepercayaan umat Hindu sapi adalah binatang yang mulia.
Selain itu,
bangunan masjid menara dibuat mirip dengan gapura wihara. Inilah yang membuat
masyarakat sekitarnya tertarik dengan cara dakwah beliau. Strategi
dakwah yang unik ini menjadikan masyarakat berbondong-bondong menyambut agama baru dengan
senang hati karena datangnya tidak dengan paksaan.
B.
Rumusan Masalah
Dari
pendahuluan yang ada di atas, dapat kita tarik rumusan masalah sebagai berikut:
- Bagaimana pola keberagamaan masyarakat Kudus?
- Bagaimana peran dakwah moderat Sunan Kudus dalam menyatukan keberagamaan?
- Apa keunikan dakwah moderat Sunan Kudus?
C.
Pembahasan
- Pola keberagamaan masyarakat Kudus
Berbagai
kelompok dalam peralihan agama dipengaruhi oleh wibawa budaya yang dibawa agama
baru. Dikarenakan asal-usul ideologi dari agama tersebut. Agama terlihat
mengesankan karena kharismanya seperti agama Kristen di
Romawi yang memerintahkan seluruh keputusan hanya pada gereja karena gereja
mempunyai otoritas tinggi. Padahal agama Kristen merupakan agama baru di
Romawi, sebelumnya rakyat Romawi menganut paham polytheisme yang berkeyakinan
banyak dewa.[1]
Misi dakwah juga dibawa Syekh Ja’far
Shodiq nama asli Sunan Kudus untuk menyebarkan Islam di wilayah Jawa khususnya
daerah Kudus. Ja’far Shodiq adalah putra dari Raden Usman Haji yang
merupakan putra sultan di Palestina yang bernama Sayyid Fadhal Ali Murtazha.
Akan tetapi dakwah Sunan Kudus berbeda dengan dakwah umat Kristen di Romawi, dakwah
Sunan Kudus menggunakan dakwah moderat yakni dakwah dengan
menggunakan istilah al-muuhafadhatu ‘alaa qadimis sholih wal akhdzu bil
jadidil ashlah yang artinya menjaga pada nilai-nilai terdahulu yang baik
dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik. Hal ini yang menyebabkan
masyarakat Kudus berbondong-bondong memeluk agama Islam.
Jika dilihat dari sejarah kota Kudus, dahulu
kota Kudus masih bernama Tajug. Kata warga setempat, awalnya ada Kyai
Telingsing yang mengembangkan kota ini. Telingsing sendiri adalah panggilan
sederhana kepada The Ling Sing, seorang Muslim Cina asal Yunnan, Tiongkok. Ia
sudah ada sejak abad ke-15 Masehi dan menjadi cikal bakal Tionghoa muslim di
Kudus. Kyai Telingsing seorang ahli seni lukis dari Dinasti Sung yang terkenal
dengan motif lukisan Dinasti Sung, juga sebagai pedagang dan mubaligh Islam
terkemuka. Setelah datang ke Kudus untuk menyebarkan Islam, didirikannya sebuah
masjid dan pesantren di kampung Nganguk. Raden Undung yang kemudian bernama
Ja’far Thalib atau lebih dikenal dengan nama Sunan Kudus adalah salah satu
santrinya yang ditunjuk sebagai penggantinya kelak.[2]
Kudus merupakan daerah yang memiliki
banyak kepercayaan sebelum datangnya Sunan Kudus terbukti di sekitar menara ada
“Klenteng” (tempat ibadah orang Cina). Kyai Telingsing-lah sebagai pelopor
orang cina yang masuk Islam. Selain orang cina yang menetap di Kudus, penduduk
asli Kudus rata-rata beragama hindu dan ada yang memiliki kepercayaan kepada
roh (mahluk halus).
Atas dasar kepercayaan masyarakat Kudus
yang beragam, Sunan Kudus membawa Islam dengan cara berbeda sebagaimana para
Sunan Walisongo pada umumnya. Sunan Kudus berdakwah tidak dengan ajaran yang
kaku yang harus menjalankan syari’at penuh bagi pemeluknya, justru Sunan Kudus
menggunakan dakwah yang moderat dan tidak mengikat. Karena, bila awal – awal
masuk Islam sudah dipaksa menjalankan syari’at secara penuh tentunya keberatan.
Sunan Kudus berdakwah dengan membuat
menara yang mirip gapura wihara (tempat ibadah umat Hindu). Selain itu, Sunan
Kudus melarang kepada umat Islam Kudus untuk memakan daging sapi untuk
menghormati umat Hindu.
- Peran dakwah moderat Sunan Kudus dalam menyatukan keberagamaan
Pemahaman Islam secara inklusif
merupakan menampilkan wajah
agama secara santun dan ramah. Islam bahkan memerintahkan umat Islam
berinteraksi dengan agama lain, terutama dengan agama Kristen dan Yahudi
melalui diskusi dan debat intelektual dengan cara sebaik-baiknya. Sebagaimana
termaktub dalam Q.S. al-Ankabut: 46
Artinya:
“Dan janganlah kamu berdebat denganAhli kitab, melainkan dengan cara yang
paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan Katakanlah:
"Kami Telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan
yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami Hanya
kepada-Nya berserah diri”. [3]
Islam datang di Indonesia tidak dengan penaklukan, seperti
Islam di timur tengah. Akan tetapi Islam datang dengan cara damai yakni melalui berdagang, Islam dikenal baik
oleh masyarakat Indonesia karena para saudagar berdagang dengan jujur. Oleh sebab itu Islam menjadi agama
mayoritas yang dianut masyarakat Indonesia.
Islam Indonesia, sesungguhnya tidak mengenal dan mewarisi
kekerasan. Sejak dakwah Islam di Nusantara dikembangkan, budaya lokal tetap
dibiarkan hidup. Konflik baru terjadi ketika aspek politik menyusup masuk ke
ranah kehidupan agama. Jadi, secara esensial ajaran Islam tidak memaksakan
suatu kaum untuk memeluk agama Islam. Cara ini tetap bertahan hingga masa-masa
yang panjang tanpa konflik-konflik berarti dan masyarakat Indonesia menyajikan
suatu lanskap kehidupan yang harmonis.[4]
Melalui Walisongo yang ada di Jawa, Islam
menjadi berkembang dengan pesat karena dakwah Islam dilakukan secara damai.
Sunan Kudus salah satunya, beliau mengajarkan indahnya bertoleransi terhadap
perbedaan. Karena kebanyakan masyarakat Kudus pada waktu itu beragama Hindu dan
dalam keyakinan umat Hindu sapi adalah hewan keramat maka, Sunan Kudus melarang
umat Islam memakan sapi.
Larangan ini bukan berarti ajaran Sunan Kudus
merubah syari’at Islam yakni dengan mengharamkan memakan sapi, tetapi untuk
menghormati agama Hindu yang ada di Kudus. Sebagai ganti memakan sapi, Sunan
Kudus menganjurkan umat Islam di Kudus agar memakan kerbau. Dakwah ini
disampaikan dengan memasang kerbau di depan menara Kudus. Kerbau itu dinamakan
“kebo gumarang”, hal ini membuat tertarik umat Hindu pada saat itu. Hingga
kini, kerbau dijadikan makanan khas Kudus, yaitu soto kerbau.
Melalui dakwah yang moderat banyak umat Hindu
yang tertarik mempelajari Islam karena banyak kemiripan dengan agama Hindu. Sunan
Kudus menyisipi nilai-nilai Islam pada waktu itu, beliau menjelaskan bagaimana
dalam Al-Qur’an ada surat yang menjelaskan tentang sapi yaitu pada surat
Al-Baqarah. Disini umat Hindu mulai mengenal ajaran Islam lewat dakwah moderat
Sunan Kudus.
Kemudian, lama-kelamaan semua umat Hindu di Kudus berbondong-bondong masuk
Islam dengan perasaan ikhlas tanpa paksaan siapapun.
Strategi dakwah moderat ini sangat ampuh mengajak umat Hindu daerah
Kudus untuk masuk Islam dengan suka rela tidak dengan paksaan. Karena kultur
masyarakat pada saat itu masih kental dengan budaya hindu, jadi kebudayaan hindu
tidak bisa serta merta dihilangkan prosesnya butuh waktu yang lama.
Sayyid Hossen Nasr mengatakan bahwa perbedaan agama jika dipandang
dalam segi eksoteris akan menghasilkan perpecahan karena jalan menuju Tuhan
berbeda-beda. Akan tetapi dengan pemahaman esoteris yakni dengan konsep Al-Hikmah
al-Khalidah (Hikmah Abadi) akan menjadikan perdamaian antar umat
beragama. Hikmah abadi disini merupakan sebuah pemahaman konsep beragama dengan
mengambil nilai-nilai sosial yang sama karena semua agama mengajarkan
perdamaian dan kasih sayang semua manusia.[5]
Perbedaan dalam beragama itu hal yang
wajar terjadi, kalau kita ingin mensyiarkan Islam di masyarakat heterogen kita
harus menggunakan pendekatan moderat sebagaimana yang dicontohkan Sunan Kudus
dalam menyebarkan Islam di Kudus.
- Keunikan dakwah moderat Sunan Kudus
Menurut Ibnu al-‘Arabi, tuhan akan hadir
menyapa manusia sesuai dengan presepsi manusia tentang-Nya. Para filusuf
menganggap Tuhan hadir sebagai Dia Yang Maha Cerdas Dan Kreatif, adapun bagi
sufisme, menganggap adalah Dia Tuhan Sang Kekasih.[6]
Konsep yang disampaikan Ibnu al-’Arabi
menyatakan bahwa dalam beragama kita dilarang mempunyai sikap fanatisme.
Karena, tiap agama mempunyai perspektif sendiri-sendiri. Titik temu dari semua
agama adalah sikap kemanusiaan. Semua agama mengajari hidup berdampingan dengan
sesama manusia.
Menjadi Muslim moderat bukanlah sebuah keadaan tanpa usaha dan
proses. Di dalam Kitab Suci al-Qur’an, misalnya, bukan hanya berbicara tentang
perdamaian, membayar zakat, shalat, dan haji. Tetapi juga berbicara soal jihad,
perang, dan hukum pembunuhan. Itulah sebabnya, al-Qur’an bisa disalahpahami
bila pesan-pesannya tidak dimengerti secara komprehensif.
Belajar dari situlah, Islam moderat harus diusahakan,
diformulasikan, dibentuk, diajarkan, dan dimasyarakatkan ke dalam tubuh umat
Islam. Pemasyarakatan Islam moderat yang paling efektif adalah melalui strategi
kebudayaan, pendidikan, dan praktik-praktik tradisi kearifan lokal. Cara ini
secara berhasil dikembangkan oleh sejumlah besar tradisi pesantren, tarekat,
kelompok-kelompok Majelis Taklim, kajian tasawuf di kota-kota. Memang ada
sejumlah pesantren yang radikal, tapi ini sangat kecil dan biasanya di
daerah-daerah terpencil serta terisolir.[7]
Keunikan dakwah moderat Sunan Kudus adalah
berdakwah dengan tanpa meninggalkan tradisi-tradisi terdahulu, tradisi tersebut
juga yang tidak bertentangan dengan syari’at Islam. Konsep tersebut lebih
dikenal “Pribumisasi Islam” yakni mempertahankan nilai-nilai pribumi yang baik
serta menyisipkan nilai-nilai Islam di dalamnya.
Konsep dakwah ini jarang digunakan sebagian umat
Islam sekarang, banyak yang menyampaikan syari’at dahulu ketimbang menyampaikan
akhlaq (perilaku). Padahal akhlaq lebih urgen untuk menjaga kedamaian antar
umat beragama.
D.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat kita tarik kesimpulan
sebagai berikut:
- Kudus merupakan daerah yang memiliki banyak kepercayaan sebelum Islam dibawa Sunan Kudus terbukti di sekitar menara ada “Klenteng” (tempat ibadah orang Cina). Kyai Telingsing-lah sebagai pelopor orang cina yang masuk Islam. Selain orang cina yang menetap di Kudus, penduduk asli Kudus rata-rata beragama hindu dan ada yang memiliki kepercayaan kepada roh (mahluk halus).
- Melalui dakwah yang moderat banyak umat Hindu yang tertarik mempelajari Islam karena banyak kemiripan dengan agama Hindu. Sunan Kudus menyisipi nilai-nilai Islam pada waktu itu, beliau menjelaskan bagaimana dalam Al-Qur’an ada surat yang menjelaskan tentang sapi yaitu pada surat Al-Baqarah. Disini umat Hindu mulai mengenal ajaran Islam lewat dakwah moderat Sunan Kudus. Kemudian, lama-kelamaan semua umat Hindu di Kudus berbondong-bondong masuk Islam dengan perasaan ikhlas tanpa paksaan siapapun.
- Keunikan dakwah moderat Sunan Kudus adalah berdakwah dengan tanpa meninggalkan tradisi-tradisi terdahulu, tradisi tersebut juga yang tidak bertentangan dengan syari’at Islam. Konsep tersebut lebih dikenal “Pribumisasi Islam” yakni mempertahankan nilai-nilai pribumi yang baik serta menyisipkan nilai-nilai Islam di dalamnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Ahmad Choiron, Perbandingan
Agama, 2009, Buku Daros STAIN Kudus: Kudus
Anis Malik Thoha, Tren Prulalisme
Agama, 2005, Gema Insani: Jakarta
Komarudin Hidayat dkk, Agama Masa
Depan, 2003, PT Sun: Jakarta
Thomas F.O’dea, Sosiologi
Agama, 1987, CV Rajawali: Jakarta
http://www.alwaasit.com/cetak.php?id=99 di download pada tanggal
3 Desember 2014
http://www.wikipedia.org.id/sunan-kudus
di download pada tanggal 3 Desember 2014
[1]Thomas
F.O’dea, Sosiologi Agama, 1987, CV Rajawali: Jakarta, hlm. 126
[2]http://www.wikipedia.org.id/sunan-kudus
di download pada tanggal 3 Desember 2014
[3]Ahmad
Choiron, Perbandingan Agama, 2009, Buku Daros STAIN Kudus: Kudus,
hlm.185
[4]http://www.alwaasit.com/cetak.php?id=99 di download pada tanggal
3 Desember 2014
[5]Anis Malik Thoha, Tren
Prulalisme Agama, 2005, Gema Insani: Jakarta, hlm. 108
[6]Komarudin Hidayat dkk, Agama
Masa Depan, 2003, PT Sun: Jakarta, hlm.193
[7]http://www.alwaasit.com/cetak.php?id=99 di download pada tanggal
3 Desember 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar