Jumat, 12 Desember 2014

Dakwah Moderat Ala Sunan Kudus



STRATEGI DAKWAH MODERAT SUNAN KUDUS
A.    Pendahuluan
Dewasa ini, radikalisme di Indonesia sangat banyak terjadi. Penyebabnya beragam ada yang disebabkan berbeda ras, suku, adat istiadat, bahkan agama. Sungguh ironi jika hanya karena perbedaan membuat perpecahan. Padahal perbedaan yang ada di dunia ini merupakan takdir tuhan. Semua agama mengajarkan agar semua umat manusia hidup dalam kedamaian.
Perbedaan bukanlah sebagai penghalang kerukunan manusia, akan tetapi sebagai perekat keanekaragaman. Sebagaimana semboyan negara Indonesia yakni bhineka tunggal ika yang artinya berbeda-beda tapi tetap satu jua. Itulah yang menjadi falsafah bangsa yang dapat mempersatukan rakyat Indonesia dari sabang hingga merauke.
Kalau kita tengok sejarah panjang perjuangan bangsa dari zaman penjajahan sampai kemerdekaan, tanpa adanya persatuan dan kesatuan dari semua elemen masyarakat mungkin hingga kini kita masih di perbudak penjajah. Tetapi karena semangat nasionalisme untuk merdeka walaupun dari agama yang berbeda, suku yang tak sama dan beragam budaya menjadikan Indonesia dapat menggenggam kemerdekaan hingga kita rasakan bersama. Kita ingin persatuan dan kesatuan bangsa akan kekal abadi, tidak peduli agama yang berbeda, kita hidup berdampingan dan saling membutuhkan satu dengan lain.
Toleransi antar umat beragama, suku, ras dan budaya menjadi topik yang meraik dibahas bersama. Karena negara kita butuh sekali rasa tepo seliro (toleransi) terhadap perbedaan. Rasa saling menghargai akan memperkokoh rasa kemanusiaan antar golongan.
Sikap toleransi ini juga dicontohkan oleh Sunan Kudus yang merupakan salah satu wali songo di Jawa. Tepatnya di daerah Kauman, Kota, Kudus beliau menyebarkan Islam tidak dengan paksaan tetapi dengan menghormati agama hindu yang telah tersebar jauh sebelum datangnya Islam. Salah satu kebijakan beliau adalah umat Islam daerah itu, tidak diperkenankan menyembelih dan makan daging sapi karena dalam kepercayaan umat Hindu sapi adalah binatang yang mulia.
Selain itu, bangunan masjid menara dibuat mirip dengan gapura wihara. Inilah yang membuat masyarakat sekitarnya tertarik dengan cara dakwah beliau. Strategi dakwah yang unik ini menjadikan masyarakat berbondong-bondong menyambut agama baru dengan senang hati karena datangnya tidak dengan paksaan.
B.     Rumusan Masalah
Dari pendahuluan yang ada di atas, dapat kita tarik rumusan masalah sebagai berikut:
  1. Bagaimana pola keberagamaan masyarakat Kudus?
  2. Bagaimana peran dakwah moderat Sunan Kudus dalam menyatukan keberagamaan?
  3. Apa keunikan dakwah moderat Sunan Kudus?
C.    Pembahasan
  1. Pola keberagamaan masyarakat Kudus
Berbagai kelompok dalam peralihan agama dipengaruhi oleh wibawa budaya yang dibawa agama baru. Dikarenakan asal-usul ideologi dari agama tersebut. Agama terlihat mengesankan karena kharismanya seperti agama Kristen di Romawi yang memerintahkan seluruh keputusan hanya pada gereja karena gereja mempunyai otoritas tinggi. Padahal agama Kristen merupakan agama baru di Romawi, sebelumnya rakyat Romawi menganut paham polytheisme yang berkeyakinan banyak dewa.[1]
Misi dakwah juga dibawa Syekh Ja’far Shodiq nama asli Sunan Kudus untuk menyebarkan Islam di wilayah Jawa khususnya daerah Kudus. Ja’far Shodiq adalah putra dari Raden Usman Haji yang merupakan putra sultan di Palestina yang bernama Sayyid Fadhal Ali Murtazha.
Akan tetapi dakwah Sunan Kudus berbeda dengan dakwah umat Kristen di Romawi, dakwah Sunan Kudus menggunakan dakwah moderat yakni dakwah dengan menggunakan istilah al-muuhafadhatu ‘alaa qadimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah yang artinya menjaga pada nilai-nilai terdahulu yang baik dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik. Hal ini yang menyebabkan masyarakat Kudus berbondong-bondong memeluk agama Islam.
Jika dilihat dari sejarah kota Kudus, dahulu kota Kudus masih bernama Tajug. Kata warga setempat, awalnya ada Kyai Telingsing yang mengembangkan kota ini. Telingsing sendiri adalah panggilan sederhana kepada The Ling Sing, seorang Muslim Cina asal Yunnan, Tiongkok. Ia sudah ada sejak abad ke-15 Masehi dan menjadi cikal bakal Tionghoa muslim di Kudus. Kyai Telingsing seorang ahli seni lukis dari Dinasti Sung yang terkenal dengan motif lukisan Dinasti Sung, juga sebagai pedagang dan mubaligh Islam terkemuka. Setelah datang ke Kudus untuk menyebarkan Islam, didirikannya sebuah masjid dan pesantren di kampung Nganguk. Raden Undung yang kemudian bernama Ja’far Thalib atau lebih dikenal dengan nama Sunan Kudus adalah salah satu santrinya yang ditunjuk sebagai penggantinya kelak.[2]
Kudus merupakan daerah yang memiliki banyak kepercayaan sebelum datangnya Sunan Kudus terbukti di sekitar menara ada “Klenteng” (tempat ibadah orang Cina). Kyai Telingsing-lah sebagai pelopor orang cina yang masuk Islam. Selain orang cina yang menetap di Kudus, penduduk asli Kudus rata-rata beragama hindu dan ada yang memiliki kepercayaan kepada roh (mahluk halus).
Atas dasar kepercayaan masyarakat Kudus yang beragam, Sunan Kudus membawa Islam dengan cara berbeda sebagaimana para Sunan Walisongo pada umumnya. Sunan Kudus berdakwah tidak dengan ajaran yang kaku yang harus menjalankan syari’at penuh bagi pemeluknya, justru Sunan Kudus menggunakan dakwah yang moderat dan tidak mengikat. Karena, bila awal – awal masuk Islam sudah dipaksa menjalankan syari’at secara penuh tentunya keberatan.
Sunan Kudus berdakwah dengan membuat menara yang mirip gapura wihara (tempat ibadah umat Hindu). Selain itu, Sunan Kudus melarang kepada umat Islam Kudus untuk memakan daging sapi untuk menghormati umat Hindu.
  1. Peran dakwah moderat Sunan Kudus dalam menyatukan keberagamaan
Pemahaman Islam secara inklusif merupakan menampilkan wajah agama secara santun dan ramah. Islam bahkan memerintahkan umat Islam berinteraksi dengan agama lain, terutama dengan agama Kristen dan Yahudi melalui diskusi dan debat intelektual dengan cara sebaik-baiknya. Sebagaimana termaktub dalam Q.S. al-Ankabut: 46
Artinya: “Dan janganlah kamu berdebat denganAhli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan Katakanlah: "Kami Telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami Hanya kepada-Nya berserah diri”. [3]
Islam datang di Indonesia tidak dengan penaklukan, seperti Islam di timur tengah. Akan tetapi Islam datang dengan cara damai yakni melalui berdagang, Islam dikenal baik oleh masyarakat Indonesia karena para saudagar berdagang dengan jujur. Oleh sebab itu Islam menjadi agama mayoritas yang dianut masyarakat Indonesia.
Islam Indonesia, sesungguhnya tidak mengenal dan mewarisi kekerasan. Sejak dakwah Islam di Nusantara dikembangkan, budaya lokal tetap dibiarkan hidup. Konflik baru terjadi ketika aspek politik menyusup masuk ke ranah kehidupan agama. Jadi, secara esensial ajaran Islam tidak memaksakan suatu kaum untuk memeluk agama Islam. Cara ini tetap bertahan hingga masa-masa yang panjang tanpa konflik-konflik berarti dan masyarakat Indonesia menyajikan suatu lanskap kehidupan yang harmonis.[4]
Melalui Walisongo yang ada di Jawa, Islam menjadi berkembang dengan pesat karena dakwah Islam dilakukan secara damai. Sunan Kudus salah satunya, beliau mengajarkan indahnya bertoleransi terhadap perbedaan. Karena kebanyakan masyarakat Kudus pada waktu itu beragama Hindu dan dalam keyakinan umat Hindu sapi adalah hewan keramat maka, Sunan Kudus melarang umat Islam memakan sapi.
Larangan ini bukan berarti ajaran Sunan Kudus merubah syari’at Islam yakni dengan mengharamkan memakan sapi, tetapi untuk menghormati agama Hindu yang ada di Kudus. Sebagai ganti memakan sapi, Sunan Kudus menganjurkan umat Islam di Kudus agar memakan kerbau. Dakwah ini disampaikan dengan memasang kerbau di depan menara Kudus. Kerbau itu dinamakan “kebo gumarang”, hal ini membuat tertarik umat Hindu pada saat itu. Hingga kini, kerbau dijadikan makanan khas Kudus, yaitu soto kerbau.
Melalui dakwah yang moderat banyak umat Hindu yang tertarik mempelajari Islam karena banyak kemiripan dengan agama Hindu. Sunan Kudus menyisipi nilai-nilai Islam pada waktu itu, beliau menjelaskan bagaimana dalam Al-Qur’an ada surat yang menjelaskan tentang sapi yaitu pada surat Al-Baqarah. Disini umat Hindu mulai mengenal ajaran Islam lewat dakwah moderat Sunan Kudus. Kemudian, lama-kelamaan semua umat Hindu di Kudus berbondong-bondong masuk Islam dengan perasaan ikhlas tanpa paksaan siapapun.
Strategi dakwah moderat ini sangat ampuh mengajak umat Hindu daerah Kudus untuk masuk Islam dengan suka rela tidak dengan paksaan. Karena kultur masyarakat pada saat itu masih kental dengan budaya hindu, jadi kebudayaan hindu tidak bisa serta merta dihilangkan prosesnya butuh waktu yang lama.
Sayyid Hossen Nasr mengatakan bahwa perbedaan agama jika dipandang dalam segi eksoteris akan menghasilkan perpecahan karena jalan menuju Tuhan berbeda-beda. Akan tetapi dengan pemahaman esoteris yakni dengan konsep Al-Hikmah al-Khalidah (Hikmah Abadi) akan menjadikan perdamaian antar umat beragama. Hikmah abadi disini merupakan sebuah pemahaman konsep beragama dengan mengambil nilai-nilai sosial yang sama karena semua agama mengajarkan perdamaian dan kasih sayang semua manusia.[5]
Perbedaan dalam beragama itu hal yang wajar terjadi, kalau kita ingin mensyiarkan Islam di masyarakat heterogen kita harus menggunakan pendekatan moderat sebagaimana yang dicontohkan Sunan Kudus dalam menyebarkan Islam di Kudus.
  1. Keunikan dakwah moderat Sunan Kudus
Menurut Ibnu al-‘Arabi, tuhan akan hadir menyapa manusia sesuai dengan presepsi manusia tentang-Nya. Para filusuf menganggap Tuhan hadir sebagai Dia Yang Maha Cerdas Dan Kreatif, adapun bagi sufisme, menganggap adalah Dia Tuhan Sang Kekasih.[6]
Konsep yang disampaikan Ibnu al-’Arabi menyatakan bahwa dalam beragama kita dilarang mempunyai sikap fanatisme. Karena, tiap agama mempunyai perspektif sendiri-sendiri. Titik temu dari semua agama adalah sikap kemanusiaan. Semua agama mengajari hidup berdampingan dengan sesama manusia.
Menjadi Muslim moderat bukanlah sebuah keadaan tanpa usaha dan proses. Di dalam Kitab Suci al-Qur’an, misalnya, bukan hanya berbicara tentang perdamaian, membayar zakat, shalat, dan haji. Tetapi juga berbicara soal jihad, perang, dan hukum pembunuhan. Itulah sebabnya, al-Qur’an bisa disalahpahami bila pesan-pesannya tidak dimengerti secara komprehensif.
Belajar dari situlah, Islam moderat harus diusahakan, diformulasikan, dibentuk, diajarkan, dan dimasyarakatkan ke dalam tubuh umat Islam. Pemasyarakatan Islam moderat yang paling efektif adalah melalui strategi kebudayaan, pendidikan, dan praktik-praktik tradisi kearifan lokal. Cara ini secara berhasil dikembangkan oleh sejumlah besar tradisi pesantren, tarekat, kelompok-kelompok Majelis Taklim, kajian tasawuf di kota-kota. Memang ada sejumlah pesantren yang radikal, tapi ini sangat kecil dan biasanya di daerah-daerah terpencil serta terisolir.[7]
Keunikan dakwah moderat Sunan Kudus adalah berdakwah dengan tanpa meninggalkan tradisi-tradisi terdahulu, tradisi tersebut juga yang tidak bertentangan dengan syari’at Islam. Konsep tersebut lebih dikenal “Pribumisasi Islam” yakni mempertahankan nilai-nilai pribumi yang baik serta menyisipkan nilai-nilai Islam di dalamnya.
Konsep dakwah ini jarang digunakan sebagian umat Islam sekarang, banyak yang menyampaikan syari’at dahulu ketimbang menyampaikan akhlaq (perilaku). Padahal akhlaq lebih urgen untuk menjaga kedamaian antar umat beragama.
D.    Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat kita tarik kesimpulan sebagai berikut:
  1. Kudus merupakan daerah yang memiliki banyak kepercayaan sebelum Islam dibawa Sunan Kudus terbukti di sekitar menara ada “Klenteng” (tempat ibadah orang Cina). Kyai Telingsing-lah sebagai pelopor orang cina yang masuk Islam. Selain orang cina yang menetap di Kudus, penduduk asli Kudus rata-rata beragama hindu dan ada yang memiliki kepercayaan kepada roh (mahluk halus).
  2. Melalui dakwah yang moderat banyak umat Hindu yang tertarik mempelajari Islam karena banyak kemiripan dengan agama Hindu. Sunan Kudus menyisipi nilai-nilai Islam pada waktu itu, beliau menjelaskan bagaimana dalam Al-Qur’an ada surat yang menjelaskan tentang sapi yaitu pada surat Al-Baqarah. Disini umat Hindu mulai mengenal ajaran Islam lewat dakwah moderat Sunan Kudus. Kemudian, lama-kelamaan semua umat Hindu di Kudus berbondong-bondong masuk Islam dengan perasaan ikhlas tanpa paksaan siapapun.
  3. Keunikan dakwah moderat Sunan Kudus adalah berdakwah dengan tanpa meninggalkan tradisi-tradisi terdahulu, tradisi tersebut juga yang tidak bertentangan dengan syari’at Islam. Konsep tersebut lebih dikenal “Pribumisasi Islam” yakni mempertahankan nilai-nilai pribumi yang baik serta menyisipkan nilai-nilai Islam di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Choiron, Perbandingan Agama, 2009, Buku Daros STAIN Kudus: Kudus
Anis Malik Thoha, Tren Prulalisme Agama, 2005, Gema Insani: Jakarta
Komarudin Hidayat dkk, Agama Masa Depan, 2003, PT Sun: Jakarta
Thomas F.O’dea, Sosiologi Agama, 1987, CV Rajawali: Jakarta
http://www.alwaasit.com/cetak.php?id=99 di download pada tanggal 3 Desember 2014
http://www.wikipedia.org.id/sunan-kudus di download pada tanggal 3 Desember 2014












[1]Thomas F.O’dea, Sosiologi Agama, 1987, CV Rajawali: Jakarta, hlm. 126
[2]http://www.wikipedia.org.id/sunan-kudus di download pada tanggal 3 Desember 2014
[3]Ahmad Choiron, Perbandingan Agama, 2009, Buku Daros STAIN Kudus: Kudus, hlm.185
[4]http://www.alwaasit.com/cetak.php?id=99 di download pada tanggal 3 Desember 2014
[5]Anis Malik Thoha, Tren Prulalisme Agama, 2005, Gema Insani: Jakarta, hlm. 108
[6]Komarudin Hidayat dkk, Agama Masa Depan, 2003, PT Sun: Jakarta, hlm.193
[7]http://www.alwaasit.com/cetak.php?id=99 di download pada tanggal 3 Desember 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ziddu