Jumat, 12 Desember 2014

Dakwah Moderat Ala Sunan Kudus



STRATEGI DAKWAH MODERAT SUNAN KUDUS
A.    Pendahuluan
Dewasa ini, radikalisme di Indonesia sangat banyak terjadi. Penyebabnya beragam ada yang disebabkan berbeda ras, suku, adat istiadat, bahkan agama. Sungguh ironi jika hanya karena perbedaan membuat perpecahan. Padahal perbedaan yang ada di dunia ini merupakan takdir tuhan. Semua agama mengajarkan agar semua umat manusia hidup dalam kedamaian.
Perbedaan bukanlah sebagai penghalang kerukunan manusia, akan tetapi sebagai perekat keanekaragaman. Sebagaimana semboyan negara Indonesia yakni bhineka tunggal ika yang artinya berbeda-beda tapi tetap satu jua. Itulah yang menjadi falsafah bangsa yang dapat mempersatukan rakyat Indonesia dari sabang hingga merauke.
Kalau kita tengok sejarah panjang perjuangan bangsa dari zaman penjajahan sampai kemerdekaan, tanpa adanya persatuan dan kesatuan dari semua elemen masyarakat mungkin hingga kini kita masih di perbudak penjajah. Tetapi karena semangat nasionalisme untuk merdeka walaupun dari agama yang berbeda, suku yang tak sama dan beragam budaya menjadikan Indonesia dapat menggenggam kemerdekaan hingga kita rasakan bersama. Kita ingin persatuan dan kesatuan bangsa akan kekal abadi, tidak peduli agama yang berbeda, kita hidup berdampingan dan saling membutuhkan satu dengan lain.
Toleransi antar umat beragama, suku, ras dan budaya menjadi topik yang meraik dibahas bersama. Karena negara kita butuh sekali rasa tepo seliro (toleransi) terhadap perbedaan. Rasa saling menghargai akan memperkokoh rasa kemanusiaan antar golongan.
Sikap toleransi ini juga dicontohkan oleh Sunan Kudus yang merupakan salah satu wali songo di Jawa. Tepatnya di daerah Kauman, Kota, Kudus beliau menyebarkan Islam tidak dengan paksaan tetapi dengan menghormati agama hindu yang telah tersebar jauh sebelum datangnya Islam. Salah satu kebijakan beliau adalah umat Islam daerah itu, tidak diperkenankan menyembelih dan makan daging sapi karena dalam kepercayaan umat Hindu sapi adalah binatang yang mulia.
Selain itu, bangunan masjid menara dibuat mirip dengan gapura wihara. Inilah yang membuat masyarakat sekitarnya tertarik dengan cara dakwah beliau. Strategi dakwah yang unik ini menjadikan masyarakat berbondong-bondong menyambut agama baru dengan senang hati karena datangnya tidak dengan paksaan.
B.     Rumusan Masalah
Dari pendahuluan yang ada di atas, dapat kita tarik rumusan masalah sebagai berikut:
  1. Bagaimana pola keberagamaan masyarakat Kudus?
  2. Bagaimana peran dakwah moderat Sunan Kudus dalam menyatukan keberagamaan?
  3. Apa keunikan dakwah moderat Sunan Kudus?
C.    Pembahasan
  1. Pola keberagamaan masyarakat Kudus
Berbagai kelompok dalam peralihan agama dipengaruhi oleh wibawa budaya yang dibawa agama baru. Dikarenakan asal-usul ideologi dari agama tersebut. Agama terlihat mengesankan karena kharismanya seperti agama Kristen di Romawi yang memerintahkan seluruh keputusan hanya pada gereja karena gereja mempunyai otoritas tinggi. Padahal agama Kristen merupakan agama baru di Romawi, sebelumnya rakyat Romawi menganut paham polytheisme yang berkeyakinan banyak dewa.[1]
Misi dakwah juga dibawa Syekh Ja’far Shodiq nama asli Sunan Kudus untuk menyebarkan Islam di wilayah Jawa khususnya daerah Kudus. Ja’far Shodiq adalah putra dari Raden Usman Haji yang merupakan putra sultan di Palestina yang bernama Sayyid Fadhal Ali Murtazha.
Akan tetapi dakwah Sunan Kudus berbeda dengan dakwah umat Kristen di Romawi, dakwah Sunan Kudus menggunakan dakwah moderat yakni dakwah dengan menggunakan istilah al-muuhafadhatu ‘alaa qadimis sholih wal akhdzu bil jadidil ashlah yang artinya menjaga pada nilai-nilai terdahulu yang baik dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik. Hal ini yang menyebabkan masyarakat Kudus berbondong-bondong memeluk agama Islam.
Jika dilihat dari sejarah kota Kudus, dahulu kota Kudus masih bernama Tajug. Kata warga setempat, awalnya ada Kyai Telingsing yang mengembangkan kota ini. Telingsing sendiri adalah panggilan sederhana kepada The Ling Sing, seorang Muslim Cina asal Yunnan, Tiongkok. Ia sudah ada sejak abad ke-15 Masehi dan menjadi cikal bakal Tionghoa muslim di Kudus. Kyai Telingsing seorang ahli seni lukis dari Dinasti Sung yang terkenal dengan motif lukisan Dinasti Sung, juga sebagai pedagang dan mubaligh Islam terkemuka. Setelah datang ke Kudus untuk menyebarkan Islam, didirikannya sebuah masjid dan pesantren di kampung Nganguk. Raden Undung yang kemudian bernama Ja’far Thalib atau lebih dikenal dengan nama Sunan Kudus adalah salah satu santrinya yang ditunjuk sebagai penggantinya kelak.[2]
Kudus merupakan daerah yang memiliki banyak kepercayaan sebelum datangnya Sunan Kudus terbukti di sekitar menara ada “Klenteng” (tempat ibadah orang Cina). Kyai Telingsing-lah sebagai pelopor orang cina yang masuk Islam. Selain orang cina yang menetap di Kudus, penduduk asli Kudus rata-rata beragama hindu dan ada yang memiliki kepercayaan kepada roh (mahluk halus).
Atas dasar kepercayaan masyarakat Kudus yang beragam, Sunan Kudus membawa Islam dengan cara berbeda sebagaimana para Sunan Walisongo pada umumnya. Sunan Kudus berdakwah tidak dengan ajaran yang kaku yang harus menjalankan syari’at penuh bagi pemeluknya, justru Sunan Kudus menggunakan dakwah yang moderat dan tidak mengikat. Karena, bila awal – awal masuk Islam sudah dipaksa menjalankan syari’at secara penuh tentunya keberatan.
Sunan Kudus berdakwah dengan membuat menara yang mirip gapura wihara (tempat ibadah umat Hindu). Selain itu, Sunan Kudus melarang kepada umat Islam Kudus untuk memakan daging sapi untuk menghormati umat Hindu.
  1. Peran dakwah moderat Sunan Kudus dalam menyatukan keberagamaan
Pemahaman Islam secara inklusif merupakan menampilkan wajah agama secara santun dan ramah. Islam bahkan memerintahkan umat Islam berinteraksi dengan agama lain, terutama dengan agama Kristen dan Yahudi melalui diskusi dan debat intelektual dengan cara sebaik-baiknya. Sebagaimana termaktub dalam Q.S. al-Ankabut: 46
Artinya: “Dan janganlah kamu berdebat denganAhli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka, dan Katakanlah: "Kami Telah beriman kepada (kitab-kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami Hanya kepada-Nya berserah diri”. [3]
Islam datang di Indonesia tidak dengan penaklukan, seperti Islam di timur tengah. Akan tetapi Islam datang dengan cara damai yakni melalui berdagang, Islam dikenal baik oleh masyarakat Indonesia karena para saudagar berdagang dengan jujur. Oleh sebab itu Islam menjadi agama mayoritas yang dianut masyarakat Indonesia.
Islam Indonesia, sesungguhnya tidak mengenal dan mewarisi kekerasan. Sejak dakwah Islam di Nusantara dikembangkan, budaya lokal tetap dibiarkan hidup. Konflik baru terjadi ketika aspek politik menyusup masuk ke ranah kehidupan agama. Jadi, secara esensial ajaran Islam tidak memaksakan suatu kaum untuk memeluk agama Islam. Cara ini tetap bertahan hingga masa-masa yang panjang tanpa konflik-konflik berarti dan masyarakat Indonesia menyajikan suatu lanskap kehidupan yang harmonis.[4]
Melalui Walisongo yang ada di Jawa, Islam menjadi berkembang dengan pesat karena dakwah Islam dilakukan secara damai. Sunan Kudus salah satunya, beliau mengajarkan indahnya bertoleransi terhadap perbedaan. Karena kebanyakan masyarakat Kudus pada waktu itu beragama Hindu dan dalam keyakinan umat Hindu sapi adalah hewan keramat maka, Sunan Kudus melarang umat Islam memakan sapi.
Larangan ini bukan berarti ajaran Sunan Kudus merubah syari’at Islam yakni dengan mengharamkan memakan sapi, tetapi untuk menghormati agama Hindu yang ada di Kudus. Sebagai ganti memakan sapi, Sunan Kudus menganjurkan umat Islam di Kudus agar memakan kerbau. Dakwah ini disampaikan dengan memasang kerbau di depan menara Kudus. Kerbau itu dinamakan “kebo gumarang”, hal ini membuat tertarik umat Hindu pada saat itu. Hingga kini, kerbau dijadikan makanan khas Kudus, yaitu soto kerbau.
Melalui dakwah yang moderat banyak umat Hindu yang tertarik mempelajari Islam karena banyak kemiripan dengan agama Hindu. Sunan Kudus menyisipi nilai-nilai Islam pada waktu itu, beliau menjelaskan bagaimana dalam Al-Qur’an ada surat yang menjelaskan tentang sapi yaitu pada surat Al-Baqarah. Disini umat Hindu mulai mengenal ajaran Islam lewat dakwah moderat Sunan Kudus. Kemudian, lama-kelamaan semua umat Hindu di Kudus berbondong-bondong masuk Islam dengan perasaan ikhlas tanpa paksaan siapapun.
Strategi dakwah moderat ini sangat ampuh mengajak umat Hindu daerah Kudus untuk masuk Islam dengan suka rela tidak dengan paksaan. Karena kultur masyarakat pada saat itu masih kental dengan budaya hindu, jadi kebudayaan hindu tidak bisa serta merta dihilangkan prosesnya butuh waktu yang lama.
Sayyid Hossen Nasr mengatakan bahwa perbedaan agama jika dipandang dalam segi eksoteris akan menghasilkan perpecahan karena jalan menuju Tuhan berbeda-beda. Akan tetapi dengan pemahaman esoteris yakni dengan konsep Al-Hikmah al-Khalidah (Hikmah Abadi) akan menjadikan perdamaian antar umat beragama. Hikmah abadi disini merupakan sebuah pemahaman konsep beragama dengan mengambil nilai-nilai sosial yang sama karena semua agama mengajarkan perdamaian dan kasih sayang semua manusia.[5]
Perbedaan dalam beragama itu hal yang wajar terjadi, kalau kita ingin mensyiarkan Islam di masyarakat heterogen kita harus menggunakan pendekatan moderat sebagaimana yang dicontohkan Sunan Kudus dalam menyebarkan Islam di Kudus.
  1. Keunikan dakwah moderat Sunan Kudus
Menurut Ibnu al-‘Arabi, tuhan akan hadir menyapa manusia sesuai dengan presepsi manusia tentang-Nya. Para filusuf menganggap Tuhan hadir sebagai Dia Yang Maha Cerdas Dan Kreatif, adapun bagi sufisme, menganggap adalah Dia Tuhan Sang Kekasih.[6]
Konsep yang disampaikan Ibnu al-’Arabi menyatakan bahwa dalam beragama kita dilarang mempunyai sikap fanatisme. Karena, tiap agama mempunyai perspektif sendiri-sendiri. Titik temu dari semua agama adalah sikap kemanusiaan. Semua agama mengajari hidup berdampingan dengan sesama manusia.
Menjadi Muslim moderat bukanlah sebuah keadaan tanpa usaha dan proses. Di dalam Kitab Suci al-Qur’an, misalnya, bukan hanya berbicara tentang perdamaian, membayar zakat, shalat, dan haji. Tetapi juga berbicara soal jihad, perang, dan hukum pembunuhan. Itulah sebabnya, al-Qur’an bisa disalahpahami bila pesan-pesannya tidak dimengerti secara komprehensif.
Belajar dari situlah, Islam moderat harus diusahakan, diformulasikan, dibentuk, diajarkan, dan dimasyarakatkan ke dalam tubuh umat Islam. Pemasyarakatan Islam moderat yang paling efektif adalah melalui strategi kebudayaan, pendidikan, dan praktik-praktik tradisi kearifan lokal. Cara ini secara berhasil dikembangkan oleh sejumlah besar tradisi pesantren, tarekat, kelompok-kelompok Majelis Taklim, kajian tasawuf di kota-kota. Memang ada sejumlah pesantren yang radikal, tapi ini sangat kecil dan biasanya di daerah-daerah terpencil serta terisolir.[7]
Keunikan dakwah moderat Sunan Kudus adalah berdakwah dengan tanpa meninggalkan tradisi-tradisi terdahulu, tradisi tersebut juga yang tidak bertentangan dengan syari’at Islam. Konsep tersebut lebih dikenal “Pribumisasi Islam” yakni mempertahankan nilai-nilai pribumi yang baik serta menyisipkan nilai-nilai Islam di dalamnya.
Konsep dakwah ini jarang digunakan sebagian umat Islam sekarang, banyak yang menyampaikan syari’at dahulu ketimbang menyampaikan akhlaq (perilaku). Padahal akhlaq lebih urgen untuk menjaga kedamaian antar umat beragama.
D.    Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat kita tarik kesimpulan sebagai berikut:
  1. Kudus merupakan daerah yang memiliki banyak kepercayaan sebelum Islam dibawa Sunan Kudus terbukti di sekitar menara ada “Klenteng” (tempat ibadah orang Cina). Kyai Telingsing-lah sebagai pelopor orang cina yang masuk Islam. Selain orang cina yang menetap di Kudus, penduduk asli Kudus rata-rata beragama hindu dan ada yang memiliki kepercayaan kepada roh (mahluk halus).
  2. Melalui dakwah yang moderat banyak umat Hindu yang tertarik mempelajari Islam karena banyak kemiripan dengan agama Hindu. Sunan Kudus menyisipi nilai-nilai Islam pada waktu itu, beliau menjelaskan bagaimana dalam Al-Qur’an ada surat yang menjelaskan tentang sapi yaitu pada surat Al-Baqarah. Disini umat Hindu mulai mengenal ajaran Islam lewat dakwah moderat Sunan Kudus. Kemudian, lama-kelamaan semua umat Hindu di Kudus berbondong-bondong masuk Islam dengan perasaan ikhlas tanpa paksaan siapapun.
  3. Keunikan dakwah moderat Sunan Kudus adalah berdakwah dengan tanpa meninggalkan tradisi-tradisi terdahulu, tradisi tersebut juga yang tidak bertentangan dengan syari’at Islam. Konsep tersebut lebih dikenal “Pribumisasi Islam” yakni mempertahankan nilai-nilai pribumi yang baik serta menyisipkan nilai-nilai Islam di dalamnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Choiron, Perbandingan Agama, 2009, Buku Daros STAIN Kudus: Kudus
Anis Malik Thoha, Tren Prulalisme Agama, 2005, Gema Insani: Jakarta
Komarudin Hidayat dkk, Agama Masa Depan, 2003, PT Sun: Jakarta
Thomas F.O’dea, Sosiologi Agama, 1987, CV Rajawali: Jakarta
http://www.alwaasit.com/cetak.php?id=99 di download pada tanggal 3 Desember 2014
http://www.wikipedia.org.id/sunan-kudus di download pada tanggal 3 Desember 2014












[1]Thomas F.O’dea, Sosiologi Agama, 1987, CV Rajawali: Jakarta, hlm. 126
[2]http://www.wikipedia.org.id/sunan-kudus di download pada tanggal 3 Desember 2014
[3]Ahmad Choiron, Perbandingan Agama, 2009, Buku Daros STAIN Kudus: Kudus, hlm.185
[4]http://www.alwaasit.com/cetak.php?id=99 di download pada tanggal 3 Desember 2014
[5]Anis Malik Thoha, Tren Prulalisme Agama, 2005, Gema Insani: Jakarta, hlm. 108
[6]Komarudin Hidayat dkk, Agama Masa Depan, 2003, PT Sun: Jakarta, hlm.193
[7]http://www.alwaasit.com/cetak.php?id=99 di download pada tanggal 3 Desember 2014

GAUL & FUNKY ALA ISLAMI



MENJADI GAUL & FUNKY ALA ISLAMI

A.    Pendahuluan
Manusia adalah makhluk sosial yang diciptakan Allah berbagai macam suku, ras, budaya dan bahasa. Manusia satu dengan yang lain saling membutuhkan tidak ada yang dapat hidup di dunia ini tanpa di tolong orang lain, karena manusia bukan mahluk individu. Karena itu masing-masing manusia harus saling kenal-mengenal satu sama lain.
Saling kenal-mengenal inilah dinamakan bergaul. Kata gaul dalam kamus besar bahasa indonesia berarti “hidup berteman (bersahabat)”. Bergaul dengan orang lain tentunya mempunyai etika dan tata cara. Karena bila tanpa aturan  akan menjadikan pertemanan tersebut banyak penyimpangan baik secara norma agama maupun norma sosial dan hukum,
Orang yang gaul menurut kebanyakan anak muda yakni orang yang penampilannya nyentrik, keren dan mewah. Apakah benar seperti itu?, padahal agama melarang berpenampilan dengan mewah-mewahan apalagi berpakaian yang tidak menutupi aurat jelas melenceng dengan ajaran agama Islam.
Kalau kita melihat anak muda zaman sekarang banyak yang salah mengartikan tentang gaul dan funky. Islam tidak pernah melarang kita untuk gaul dan funky akan tetapi Islam melarang kita berteman dengan orang yang melenceng syariat agama dan orang yang berlebih-lebihan dalam berpenampilan. Jadi, selama kita tidak melenceng dengan syariat Islam maka itu boleh dilakukan.
Oleh karena itu pada makalah yang sederhana ini akan membahas tentang bagaimana kita meluruskan anak-anak muda yang keliru memaknai gaul dan funky, dan bagaimanakah cara beretika dengan sesama manusia menurut islam. Untuk mengetahui lebih lanjut mari kita kaji bersama-sama.
B.     Rumusan Masalah
Dari pendahuluan yang ada di atas maka dapat kita tarik rumusan masalah yakni sebagai berikut:
1.      Bagaimana makna gaul dan funky menurut Islam?
2.      Bagaimana etika bergaul dengan sesama manusia?
C.    Pembahasan
1.      Makna gaul dan funky menurut Islam
Dalam KBBI arti gaul adalah berteman dengan sangat akrab sedangkan funky merupakan bahasa serapan dari bahasa inggris yang bermakna anak funk. Funk adalah sebuah aliran musik yang mengandung unsur musik tarian Afrika-Amerika. Umumnya musik funk dapat dikenali lewat ritme yang sering terpotong singkat, bunyi gitar ritme yang tajam, perkusi yang dominan, pengaruh jazz yang kuat, irama-irama yang dipengaruhi musik Afrika, serta kesan gembira yang didapati saat mendengarnya.
Kata gaul dan funky identik dengan penampilan remaja yang bertingkah kebarat-baratan. Tidak mau diatur dan bertingkah semaunya sendiri. Karena masa muda adalah masa mencari jati dirinya sendiri dan tidak boleh ada yang mengaturnya.
Islam tidak melarang adanya istilah gaul dan funky karena istilah ini baru muncul di era modern. Bahkan pergaulan dengan sesama manusia dan muslim justru diperintah Allah. Sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat :13 yang artinya:
Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Q.S. Al-Hujurat: 13)
Anak muda zaman sekarang menganggap orang yang memakai gelang dileher, ditindik disebut anak gaul dan keren. Padahal perilaku tersebut bertentangan dengan syara’.
Dalam kitab Ta’limul Muta’allim diterangkan bahwa memilih teman (bergaul dengan teman) seharusnya harus memperhatikan hal-hal ini:[1]
عن المرء لا تسل وأبصر قرينه  #فـإن الـقرين بالمـقارن يقــتـدى  
فـإن كـان ذا شر فــجـنبه سرعـة # وإن كان ذا خير فقارنه تهـتدى

Jika engkau mencari teman  jangan bertanya siapakah dia?, tetapi cukup kau tahu itu temannya. Karena siapapun dia, mesti berwatak seperti temannya.
Bila kawannya berperilaku jelek, maka tinggalkanlah. Tetapi bila bagus budinya, maka dekatilah dan berkawanlah dengan dia.
Kalau kita ingin mendapatkan teman yang baik maka kita harus melihat teman-temannya. Karena persahabatan akan mempengaruhi sikap seseorang. Oleh sebab itu bergaullah dengan orang yang baik-baik supaya kita menjadi orang baik pula.   
Pergaulan yang buruk dan teman-teman yang tidak membawa perubahan positif membuat begitu banyak anak muda terjerumus. Mereka takut dianggap cupu, culun, dan banci. Akibatnya, tren gaul ini membudaya hingga berbuah petaka. Maka dari itu kita harus membekali deiri dengan IMTAQ agar tidak terjerumus ke jalan yang tidak baik.
Tren yang terjadi di anak muda juga fenomena funky, funky menurut anak muda zaman sekarang berpenampilan yang keren yakni dengan gaya rambut mohawk (rambut ke atas), telinga ditindik dan celana jeans yang sobek itulah yang dikatakan funky. Padahal jelas-jelas perilaku tersebut melanggar syariat agama.
ûÓÍ_t6»tƒ tPyŠ#uä (#räè{ ö/ä3tGt^ƒÎ yZÏã Èe@ä. 7Éfó¡tB (#qè=à2ur (#qç/uŽõ°$#ur Ÿwur (#þqèùÎŽô£è@ 4 ¼çm¯RÎ) Ÿw =Ïtä tûüÏùÎŽô£ßJø9$# ÇÌÊÈ  
Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) masjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”
Ayat di atas menjelaskan bahwa  kita tidak boleh berlebih lebihan menggunakan pakaian, makanan dan minuman apalagi berpakaian yang tidak Islami maka dilarang Islam. Semua tindakan yang tidak sesuai dengan syariat Islam maka dilarang Allah SWT. Maka kita harus menjadi muslim yang taat dan patuh terhadap perintah Allah SWT.
Gaul dan funky menurut islam yakni orang-orang yang mepunyai kepribadian Salimul Aqidah (aqidah yang bersih), Sahihul Ibadah (ibadah yang benar), Matinul Khuluq (akhlaq yang kokoh), Qowiyyul Jismi (kekuatan jasmani) dan Mujahadatul Linafsihi (berjuang melawan hawa nafsu). [2]
2.      Etika bergaul dengan sesama manusia
Adapun etika bergaul dengan sesama manusia diantaranya adalah: [3]
a.      Menjaga Pandangan
“Katakan kepada laki-laki yang beriman : Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”(QS.An Nur : 30).
“Katakanlah kepada wanita yang beriman : Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, ayah mereka, atau ayah suami mereka,atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara-saudara perempuan mereka, atau wanita islam atau budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”(QS.An Nur : 31).
    1. Bagi wanita diperintahkan untuk tidak berlembut-lembut suara di hadapan laki-laki bukan mahram.
“Hai istri-istri nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita lain, jika kamu bertakwa, maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara, sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik.”(QS.Al Ahzab:32).
    1. Dilarang Bagi Wanita bepergian sendirian tanpa mahramnya sejauh perjalanan satu hari
“Dari Abu Hurairah Radiallahu Anhu, ia berkata : Rasulullah Sallahu Alaihi WA salam bersabda: Tidak halal bagi seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk bepergian yang memakan waktu sehari semalam kecuali bersama muhrimnya”(HR. Bukhari Muslim dikutip Imam Nawawi dalam Tarjamah Riyadhus Shalihin).
Dr. Yusuf Qardhawi dalam Fatwa-fatwa Kontemporer jilid 2 halaman 542 mengemukakan : “Kaum muslimin memperbolehkan wanita sekarang keluar rumah untuk belajar di sekolah, di kampus, pergi ke pasar dan bekerja di luar rumah sebagai guru, dokter, bidan, dan pekerjaan lainnya asalkan memenuhi syarat dan mematuhi pedoman-pedoman syari’ah “(Menutup aurat, menjaga pandangan, dan lain-lain).
    1. Dilarang “berkhalwat”(berdua-duaan antara pria dan wanita di tempat yang sepi)
“Dari Ibnu Abbas RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : Janganlah sekali-kali salah seorang diantara kalin bersuyi-sunyi dengan perempuan lainnya kecuali disertai muhrimnya.” (HR. Bukhari Muslim dikutip Imam Nawawi dalam Terjamah Riyadhus Shalihin).
    1. Laki-laki dilarang berhias menyerupai perempuan juga sebaliknya
“Dari Ibnu Abbas RA. Ia berkata : Rasulullah melaknat kaum laki-laki yang suka menyerupai kaum wanita dan melaknat kaum wanita yang suka menyerupai kaum laki-laki” (HR. Bukhari Muslim dikutip Imam Nawawi dalam Terjamah Riyadhus Shalihin).


[1] Syaikh Zarnuji, Kitab Ta’limul Muta’allim, Pustaka Alawiyah: Semarang, hlm. 15
[2] http://rramdan30.blogspot.com/2012/12/menjadi-remaja-gaul-ala-islam.html
[3] Supriatna, Paper pergaulan remaja menurut ajaran islam, Universitas Pasundan bandung

ziddu